“Da’i itu mengajak umat untuk membangun keimanan, ketakwaan, akhlak dan aktivitas positif di tengah umat” ujar Dr. KH. Marsudi Syuhud ketika menyampaikan materi pertama Standardisasi Da’i MUI angkatan ke-24 di Wisma Mandiri Jakarta Pusat pada Senin (28/8/2023).
Menurut Kiai Marsudi, banyak orang yang seolah-olah mengaku ahli agama. “Kerap kali terjadi perdebatan di media sosial yang seolah-olah mengaku ahli agama, ahli hukum. Berbagai komentar dilontarkan. Orang alim biasanya diam. Oleh sebab itu, orang alim jangan diam saja. Saatnya kita mengajak bukan mengejek, menyeru bukan berseteru,” terang Kiai Marsudi seorang tokoh sekaligus pengurus PBNU yang aktif merespon isu nasional hingga international.
Baca juga : Memaknai Tahun Baru Islam
Kiai Marsudi juga mengatakan, jangan hanya karena pakaian dan jubah sudah menjadi panutan, Sedangkan yang tidak pakai jubah disepelekan. “Seorang Da’i tidak hanya dilihat pakaiannya saja tapi juga keilmuwan dan terdepan membimbing umat. Da’i mampu mengembangkan diri dan mengembangkan kegiatan di masyarakat,” ungkapnya.
Kiai Marsudi melanjutkan, bahwa Indonesia memiliki ciri khas sebagai negara muslim terbesar di dunia. “Kekayaan budaya Indonesia sungguh kaya. Kekayaan budaya seperti ungguh-ungguh, budaya kumpul-kumpul, syukuran, selametan, dan lainnya. Hal ini menjadi budaya kumpulan yang terorganisasi. Di Arab Saudi tidak ada yang seperti ini. Jika ada akan dibubarkan,” ujar Kiai Marsudi yang juga aktif diberbagai organisasi.
Indonesia menjadi contoh muslim terbesar di dunia. Bangga menjadi muslim dan pendakwah di di Indonesia. “Dakwah di Indonesia sangat leluasa, berbeda dengan negara lainnya. Islam agama damai. Oleh sebab itu, kita harus pandai untuk mendamaikan. Jika ada perselisihan harus mampu menyelesaikan dan duduk bersama. Jika ada ikhtilaf kita bisa diskusi atau dialog bersama,” tambah Kiai Marsudi yang juga Wakil Ketua MUI Pusat.
Baca juga : Pendidikan Karakter Pada Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam
Kiai Marsudi memberikan nasehat kepada Da’i yang mengikuti kegiatan standarisasi Da’i angkatan ke-24. “Seorang Da’i harus usaha sendiri, jangan hanya mengharap dari MUI saja. Istilahnya matuk-matuk. Aktif berdakwah, tidak hanya menunggu undangan,” jelasnya.
Kiai Marsudi bercerita pengalamannya ketika berdakwah. “Dulu, ketika mau ceramah atau pidato, kita tidak lansung ceramah. Agar tidak ditolak, kita minta surat dulu. Harus ada verifikasi dari MUI. Nah, sertifikat ini akan diberikan kepada orang hebat karena usahanya yang matuk-matuk itu,” katanya.
Baca juga : Wahyu Pertama Sebagai Semangat Literasi
Ia mengajak agar kta harus menjaga persatuan ketimbang membesar-besarkan masalah. “Jangan berantem masalah furuiyyah, jangan membesar-besarkan masalah. Menyatukan umat dan bangsa lebih utama. Jika negara ini kocar-kacir mau dakwah dimana?” lanjutnya.
Ulama dan Kiai dari luar negeri saja ingin datang ke Indonesia karena damai dan tidak perang. “Semua Kiai mau ke Indonesia, sebab disini enak, nyaman dan damai. Kita harus bersyukur punya negeri Indonesia. Kita wajib menjaganya. Indonesia menjadi ladang dakwah hingga semua ulama dan kiai luar mau ke Indonesia,” ujarnya Kiai Marsudi penuh semangat.
Baca juga : Pelatihan Khatib di Era Digital
MUI menjadi rumah kita bersama. Kita jaga Indonesia, ukhuwah antar Islam. Bangsa Indonesia aalah hasil ijthad dari para ulama.”Semua ulama memberikan ijtihad di negaranya masing-masing. Begitu juga ulama di Malaysia melakukan Ijtihad untuk mencari model negara Malaysia. Ulama Brunei Darussalam mencaro ijtihad mencari model yang sesuai dengan negara Brunei Darussalam. Ulama mesir mencari Ijtihad untuk menemukan model negara Mesir. Begitu juga dengan Indonesia, para ulama melakukan ijtihad mencari bentuk model Indonesia,” ungkap Kiai Marsudi.
Namun, ada diantara kita yang belum menerima model negara Indonesia. Jangan disuruh memilih Alquran atau Pancasila. “Jangan diarahkan untuk merobohkan dengan mengubah negara dengan memilih Alquran atau Pancasila. Potensi Da’i itu menguatkan hal itu. Indonesia sudah menemukan modelnya sebagai negara. Jadi disini serba enak, mau dakwah segala macam gaya bisa. Kalau di negeri lain belum tentu, bisa ditangkap,” terangnya.
Baca juga : Santri El-Alamia Jago Menulis Buku
Di sesi terakhir, Kiai Marsudi mengingatkan untuk para peserta Da’I angkatan ke-24. “Kita boleh mengkritik tapi bukan mencaci. Kritik boleh tapi harus dengan cara elegan supaya gak pengeng kuping, contohnya KH. Zainudin, MZ. Hayo membangun dan menyelamatkan negara, jangan berantem. Wali Songo berdakwah di Indonesia dengan pendekatan yang berbeda. Jadi Da’i itu membangun bukan merobohkan. Oleh sebab itu, Da’i yang ikut setelah acara ini harus dimonitor,” tutup Kiai Marsudi di hadapan Da’i dari seluruh Nusantara.
Kontributor : Deni Darmawan (Peserta Standardisasi Da’i MUI Angkatan ke-24)