Pada bulan Zulhijah kita akan teringat sosok yang mulia yaitu nabi Ibrahim As. Sosok profetik dari seorang manusia pilihan yang patut diteladani dalam kehidupan. Julukannya sebagai kesayangan Allah (khalilullah) dan bapaknya para nabi, menjadikan Nabi Ibrahim As dicintai Allah dan keturunannya yang menjadi nabi dan rasul.
Dari kisahnya, begitu banyak pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang kesemuanya itu kita sebut sebagai pendidikan karakter. Karakter seseorang tidak serta merta muncul dengan sendirinya, tetapi butuh proses dari sebuah studi, pengalaman-pengalaman yang dialaminya sampai proses pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Proses pembersihan jiwa akan mengantarkan seseorang memiliki keimanan yang tertancap kuat di hati dan menjadikan hati lebih terang, bersih dan sehat.
Baca juga : Dua Nikmat yang Sering Dilupakan Manusia
Maka, hati yang terang, bersih dan sehat akan berpengaruh kepada cara pandang, kebiasaan, perkataan, sikap, budaya, hingga menjadi sebuah karakter. Dalam pendidikan karakter, akan melekat pada diri seseorang baik etika, moral, norma dan akhlak yang mendasari perkataan dan perbuatan seseorang dalam setiap langkah hidupnya. Perangainya menjadi acuan dan teladan bagi orang-orang disekitarnya.
Keimanannya kepada Allah SWT membuahkan kebersihan hati yang jernih bagi nabi Ibrahim Alaihissalam. Walaupun setan terus menggodanya untuk menggagalkan misinya dalam setiap titah tuhan-Nya. Ketaatan, kepatuhan, kesabaran, pengorbanan, dan nilai-nilai keilahian selalu melekat dalam dirinya. Pendidikan karakter dalam kisah nabi Ibrahim merupakan hasil dari sebuah keimanannya kepada Allah Swt.
Baca juga : Jangan Mensia-siakan Waktu
Dalam kisah nabi Ibrahim Alaihissalam, ada pendidikan karakter yang bisa kita contoh. sedari kecil nabi Ibrahim Alaihissalam mempunyai seorang ayah yang bernama Azar. Walaupun berbeda prinsip dan keyakinan, Ibrahim kecil tetap menunjukkan ketinggian budipekerti dan akhlak yang ditunjukkan dengan perkataan dan sikap yang baik, kata yang lembut bahkan mendoakan agar ayahnya itu mendapat hidayah dan ampunan Allah Swt.
Nabi Ibrahim Alaihissalam tetap mempertahankan tauhidnya di tengah para penyembah berhala. Sikap dan perkataannya serta prinsip yang teguh memurnikan tauhid menjadikan karakter kecil nabi Ibrahim Alaihissalam berpegang teguh dan bersandar hanya kepada Allah Swt.
Ketika dewasa, nabi Ibrahim Alaihissalam harus berhadapan dengan seorang raja yang bengis yang juga mengaku tuhan yaitu Namrud. Dialog yang cerdas pun dibangun dengan sebuah narasi argumentatif rasional yang menggugah kesadaran para pengikut Namrud agar tidak menyembah berhala. hal ini digambarkan dalam surat al-anbiya ayat 52-67.
Baca juga : Orang Cerdas Selalu Bermuhasah Diri
Sikap dan tutur katanya dalam menyampaikan kebenaran menjadi keteguhan dan keyakinan bahwa untuk mengungkap kebenaran dibutuhkan keberanian. Untuk mengubah keadaan, situasi agar kaumnya beriman kepada Allah Swt tidak mudah seperti membalikkan kedua belah tangan. Risiko yang besar bahkan nyawa dipertaruhkan. Hingga nabi Ibrahim Alaihissalam akan dibakar hidup-hidup oleh Namrud. Ketawakalan dan kepasrahannya kepada Allah Swt menjadikan api menjadi dingin dan penyelamat baginya. Hal ini terungkap dalam surat al-anbiya ayat 28 dan 69.
Setelah sekian lama nabi Ibrahim tidak dikarunia seorang anak, maka lahirlah nabi Ismail Alaihissalam. Atas perintah Allah Swt, nabi Ibrahim harus meninggalkan istrinya Siti Hajar dan bayinya Ismail di suatu lembah yang tandus dan kering. Siti Hajar harus berlari-lari mencari air dari bukit Shafa dan Marwah untuk nabi Ismail Alaihissalam yang terus menangis karena kehausan. Dari kakinya Ismail keluar air yang terus memancari hingga kini (air zam-zam). Kini lembah itu menjadi tempat yang diberkahi yaitu Mekkah Al-Mukarromah. Kepatuhan dan ketaatan menjadi karakter spiritual-religius yang ditunjukkan nabi Ibrahim Alaihissalam. Hal ini juga digambarkan dalam surat Ibrahim ayat 37.
Baca juga : Bulan Maulid dan Sumpah Pemuda
Ketika nabi Ismail Alaihissalam beranjak dewasa. Ia menjadi anak yang sholeh, taat, dan patuh kepada Allah Swt dan orang tuanya. Ketika mimpi itu sampai kepada nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih nabi Ismail Alaihissalam. Terjadilah dialog antara ayah dan anak yang merupakan sebuah hubungan dan gambaran ketaatan kepada Allah Swt. Karakter seorang ayah yang membangun sebuah komunikasi dialogis-persuasif membuat sang anak meyakini atas apa yang dilakukan ayahnya. Karakter sabar, patuh, yang penuh ke-adaban ditunjukkan oleh nabi Ismail Alaihissalam.
Atas perintah Allah Swt, keduanya juga bekerjasama meletakkan pondasi dan membangun ka’bah. Tempat yang suci bagi umat Islam yang saat ini berjuta-juta manusia hingga berduyun-duyun menunaikan rukun ke-5 yaitu pergi haji. Karakter dialogis-kolaboratif ditunjukkan oleh ayah dan anak untuk merealisasikan pesan-pesan ilahi dalam kehidupan.
Pendidikan karakter yang dicontohkan pada kisah nabi Ibrahim Alaihissalam akan membentuk akhlak dan budi pekerti yang membentuk manusia yang bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras, bercita-cita besar, integritas, menghormati hak-hak manusia, membedakan baik dan buruk, mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang dilarang Allah Swt.
Seyogya pendidikan karakter dari kisah nabi Ibrahim Alaihissalam adalah sebuah contoh dan keteladanan untuk manusia sebagai manifestasi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter yang berketuhanan yang Maha Esa (karakter spiritual-tauhid), kemanusiaan (karakter humanisme-religius), persatuan (karakter integritas-nasionalis), musyawarah (karakter kolaborasi-dialogis) dan keadilan sosial (karakter keshalihan sosial) yang semuanya itu juga terangkum pada karakter pancasilais.
Pendidikan karakter pada kisah nabi Ibrahim Alahissalam akan terus dikisahkan oleh paru ustaz, mubaligh, da’i di atas mimbarnya pada setiap memasuki bulan Dzulhijjah atau idul kurban. Sehingga pendidikan karakter pada kisah nabi Ibrahim Alaihissalam dijadikan pijakan pada kita dan generasi muda agar mempunyai karakter yang kuat yang berdimensi religius, humanis, nasionalis, dialogis-kolaboratif dan keshalehan sosial.
Baca juga : Ajaran Islam Tentang Tanah Air
Hendaknya pendidikan karakter yang saat ini menjadi bagian program dari Kemendikbud menjadi tugas kita untuk mewujudkan karakter ke-Indonesiaan baik dari pendidikan karakter yang kisahkan dari nabi Ibrahim Alaihissalam yang juga mempunyai korelasi dengan nilai-nilai pancasila. Tidak hanya tugas Kemendikbud, tapi juga semua lembaga formal dan informal serta satuan terkecil dari masyarakat yaitu keluarga untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur pancasila.
Pendidikan karakter dari kisah nabi Ibrahim Alaihissalam merupakan salah satu pendidikan karakter dari berbagai kisah-kisah para nabi dan rasul. Pendidikan yang berlangsung bagi nabi Ibrahim Alahissalam merupakan perjalanan hidup dengan berbagai konteks pemaknaan yang dapat dipahami dalam pendidikan. Sosoknya, teladannya, dan karakternya dapat dijadikan acuan untuk generasi di masa kini dan masa datang melalui pendidikan yang bermutu yang memperhatikan sikap dan mental, tidak hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja. Tapi juga karakter pada nilai-nilai spiritual dan akhlak seperti ketaatan dan kepatuhan, kesabaran, berani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, kejujuran, kegigihan dan kerja keras, tawakal, dan selalu berdoa kepada yang Maha Kuasa.
Artikel sudah diterbitkan di Kumparan Silahkan Klik